Sabtu, 03 Mei 2014

Dampak kenaikan upah minimum terhadap pengangguran

Salah satu faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja adalah tersedianya kesempatan kerja yang luas. Berdasarkan definisi yang diperoleh dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, kesempatan kerja dapat diartikan sebagai lowongan kerja yang disediakan baik oleh pemerintah maupun swasta. Lowongan kerja itu sendiri tergantung dari permintaan tenaga kerja oleh perusahaan. Menurut Octivaningsih (2006) apabila penerimaan perusahaan dari penjualan output yang dihasilkan oleh tenaga kerja (MPVL) melebihi biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan (w), maka perusahaan memaksimumkan keuntungan melalui penerimaan tenaga kerja. Apabila MPVL lebih kecil dari w, maka perusahaan tidak menambah tenaga kerja. Batas perusahaan menyewa tenaga kerja adalah ketika penerimaan sama dengan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, sehingga perusahaan melakukan penyesuaian penggunaan tenaga kerja tergantung tingkat upahnya karena dengan adanya kenaikan tingkat upah di satu sisi akan
meningkatkan biaya perusahaan. Kenaikan biaya perusahaan dalam pasar kompetitif akan menyebabkan harga barang yang diproduksi meningkat, dan orang akan mengurangi pembelian mereka terhadap barang tersebut. Konsekuensinya, perusahaan akan mengurangi tingkat produksi karena output yang diproduksi berkurang, maka efek output akan menyebabkan permintaan tenaga kerja dan kesempatan kerja berkurang (Nicholson, 2002). Ketika permintaan tenaga kerja menurun disaat penawaran tenaga kerja justru meningkat, maka salah satu dampak yang terjadi adalah menurunnya kesempatan kerja dan meningkatnya jumlah pengangguran. Apalagi ketika tidak tersedianya kesempatan kerja lain baik di sektor formal maupun informal. Sering kali kesepakatan akhir meningkatkan upah di atas tingkat ekuilibrium dan memungkinkan perusahaan untuk memutuskan berapa banyak pekerja yang perlu diterima. Hasilnya adalah penurunan jumlah pekerja yang dipekerjakan, tingkat kesempatan kerja yang lebih rendah, dan kenaikan pengangguran struktural (Mankiw, 2006).

Hubungan Tingkat Upah Dengan Pengangguran
Menurut Sukanto dan Karseno (2008 : 68) ada 3 hal yang dapat mengubah bentuk fungsi permintaan tenaga kerja, yaitu :
1.      perubahan harga relatif tenaga kerja,
2.      perubahan teknologi, dan
3.      perubahan permintaan akan hasil produksi.
Seandainya harga tenaga kerja tetap, sedangkan harga faktor produksi naik, maka upah minimum regional tenaga kerja menjadi lebih rendah, sehingga perusahaan memanfaatkan lebih banyak tenaga kerja sampai fungsi produk fisik tenaga kerja batas sama dengan produk batas faktor produksi yang lain. Perubahan teknologi biasanya akan memperkecil permintaan akan tenaga kerja. Jadi tingkat upah memiliki pengaruh positif dan negatif terhadap tingkat pengangguran. Pengaruh positifnya yaitu dimana kenaikan tingkat upah akan menyebabkan kenaikan biaya produksi sehingga menyebabkan kenaikan harga produk. Kenaikan harga produk akan mendapat respon negatif dari konsumen sehingga konsumen mengurangi pembelian. Kondisi tersebut menyebabkan produsen mengurangi produksi dan akan berpengaruh terhadap pengurangan jumlah tenaga kerja yang diserap dan pada akhirnya pengangguran akan meningkat. Sedangkan pengaruh negatifnya dapat dilihat dari jumlah penawaran. tenaga kerja, dimana kenaikan tingkat upah akan menyebabkan penawaran tenaga kerja meningkat sehingga tingkat pengangguran berkurang. 

Pengangguran yang disebabkan oleh kekakuan upah dan penjatahan pekerjaan disebut pengangguran structural (structural unemployment). Para pekerja tidak dipekerjakan bukan karena mereka aktif mencari pekerjaan yang paling cocok dengan keahlian mereka, tetapi karena ada ketidak cocokan mendasar antara jumlah pekerja yang menginginkan pekerjaan dan jumlah pekerjaan yang tersedia. Pada tingkat upah berlaku, penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya sehingga para pekerja ini hanya menunggu pekerjaan yang akan tersedia. Ketika upah rill melebihi tingkat ekuilibrium dan penawaran kerja melebihi permintaannya, kita bisa berharap perusahaan menurunkan upah yang mereka bayar. Pengangguran structural muncul karena perusahaan gagal menurunkan upah akibat kelebihan penawaran tenaga kerja. Bagi sebagian besar pekerja, upah minimum ini tidak berpengaruh, karena mereka menikmati upah di atas upah minimum. Bagi sebagian lainnya, terutama yang tidak terdidik dan kurang berpengalaman, upah minimum meningkatkan upah mereka di atas tingkat ekuilibriumnya. Para ekonom percaya bahwa upah minimum memiliki dampak terbesar terhadap pengangguran usia muda. Upah ekuillibrium para pekerja usia muda cenderung rendah karena dua alasan :
a.   Karena para pekerja usia muda termasuk anggota angkatan kerja yang kurang terdidik dan kurang berpengalaman, mereka cenderung memiliki produktivitas marjinal yang rendah.
b.      Para pemuda seringkali mengambil sebagian dari “kompensasi” mereka dalam bentuk on-the-job training ketimbang bayaran langsung. Magang adalah contoh pelatihan klasik yang diberikan sebagai pengganti upah.
Untuk kedua alasan ini, upah yang menyeimbangkan penawaran pekerja usia muda dengan permintaannya adalah rendah. Karena itu, upah minimum seringkali berpengaruh pada para pemuda ketimbang yang lainnya dalam angkatan kerja.

1 komentar: