Salah satu faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja adalah
tersedianya kesempatan kerja yang luas. Berdasarkan definisi yang diperoleh
dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, kesempatan kerja dapat diartikan sebagai
lowongan kerja yang disediakan baik oleh pemerintah maupun swasta. Lowongan
kerja itu sendiri tergantung dari permintaan tenaga kerja oleh perusahaan.
Menurut Octivaningsih (2006) apabila penerimaan perusahaan dari penjualan
output yang dihasilkan oleh tenaga kerja (MPVL) melebihi biaya yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan (w), maka perusahaan memaksimumkan keuntungan
melalui penerimaan tenaga kerja. Apabila MPVL lebih kecil dari w, maka
perusahaan tidak menambah tenaga kerja. Batas perusahaan menyewa tenaga kerja
adalah ketika penerimaan sama dengan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan,
sehingga perusahaan melakukan penyesuaian penggunaan tenaga kerja tergantung
tingkat upahnya karena dengan adanya kenaikan tingkat upah di satu sisi akan
meningkatkan biaya perusahaan. Kenaikan biaya perusahaan dalam
pasar kompetitif akan menyebabkan harga barang yang diproduksi meningkat, dan
orang akan mengurangi pembelian mereka terhadap barang tersebut.
Konsekuensinya, perusahaan akan mengurangi tingkat produksi karena output yang
diproduksi berkurang, maka efek output akan menyebabkan permintaan tenaga kerja
dan kesempatan kerja berkurang (Nicholson, 2002). Ketika permintaan tenaga
kerja menurun disaat penawaran tenaga kerja justru meningkat, maka salah satu
dampak yang terjadi adalah menurunnya kesempatan kerja dan meningkatnya jumlah
pengangguran. Apalagi ketika tidak tersedianya kesempatan kerja lain baik di
sektor formal maupun informal. Sering kali kesepakatan akhir meningkatkan upah
di atas tingkat ekuilibrium dan memungkinkan perusahaan untuk memutuskan berapa
banyak pekerja yang perlu diterima. Hasilnya adalah penurunan jumlah pekerja
yang dipekerjakan, tingkat kesempatan kerja yang lebih rendah, dan kenaikan
pengangguran struktural (Mankiw, 2006).
Hubungan Tingkat Upah Dengan Pengangguran
Menurut Sukanto
dan Karseno (2008 : 68) ada 3 hal yang dapat mengubah bentuk fungsi permintaan
tenaga kerja, yaitu :
1.
perubahan harga
relatif tenaga kerja,
2.
perubahan
teknologi, dan
3.
perubahan
permintaan akan hasil produksi.
Seandainya
harga tenaga kerja tetap, sedangkan harga faktor produksi naik, maka upah
minimum regional tenaga kerja menjadi lebih rendah, sehingga perusahaan
memanfaatkan lebih banyak tenaga kerja sampai fungsi produk fisik tenaga kerja
batas sama dengan produk batas faktor produksi yang lain. Perubahan teknologi
biasanya akan memperkecil permintaan akan tenaga kerja. Jadi tingkat upah
memiliki pengaruh positif dan negatif terhadap tingkat pengangguran. Pengaruh
positifnya yaitu dimana kenaikan tingkat upah akan menyebabkan kenaikan biaya
produksi sehingga menyebabkan kenaikan harga produk. Kenaikan harga produk akan
mendapat respon negatif dari konsumen sehingga konsumen mengurangi pembelian.
Kondisi tersebut menyebabkan produsen mengurangi produksi dan akan berpengaruh
terhadap pengurangan jumlah tenaga kerja yang diserap dan pada akhirnya
pengangguran akan meningkat. Sedangkan pengaruh negatifnya dapat dilihat dari
jumlah penawaran. tenaga kerja,
dimana kenaikan tingkat upah akan menyebabkan penawaran tenaga kerja meningkat
sehingga tingkat pengangguran berkurang.
Pengangguran yang disebabkan oleh kekakuan upah dan penjatahan
pekerjaan disebut pengangguran structural (structural unemployment). Para
pekerja tidak dipekerjakan bukan karena mereka aktif mencari pekerjaan yang
paling cocok dengan keahlian mereka, tetapi karena ada ketidak cocokan mendasar
antara jumlah pekerja yang menginginkan pekerjaan dan jumlah pekerjaan yang
tersedia. Pada tingkat upah berlaku, penawaran tenaga kerja melebihi
permintaannya sehingga para pekerja ini hanya menunggu pekerjaan yang akan
tersedia. Ketika upah rill melebihi tingkat ekuilibrium dan penawaran kerja
melebihi permintaannya, kita bisa berharap perusahaan menurunkan upah yang
mereka bayar. Pengangguran structural muncul karena perusahaan gagal menurunkan
upah akibat kelebihan penawaran tenaga kerja. Bagi sebagian besar pekerja, upah
minimum ini tidak berpengaruh, karena mereka menikmati upah di atas upah
minimum. Bagi sebagian lainnya, terutama yang tidak terdidik dan kurang
berpengalaman, upah minimum meningkatkan upah mereka di atas tingkat
ekuilibriumnya. Para ekonom percaya bahwa upah minimum memiliki dampak terbesar
terhadap pengangguran usia muda. Upah ekuillibrium para pekerja usia muda
cenderung rendah karena dua alasan :
a. Karena
para pekerja usia muda termasuk anggota angkatan kerja yang kurang terdidik dan
kurang berpengalaman, mereka cenderung memiliki produktivitas marjinal yang
rendah.
b.
Para
pemuda seringkali mengambil sebagian dari “kompensasi” mereka dalam bentuk
on-the-job training ketimbang bayaran langsung. Magang adalah contoh pelatihan
klasik yang diberikan sebagai pengganti upah.
Untuk kedua alasan ini, upah yang menyeimbangkan penawaran pekerja
usia muda dengan permintaannya adalah rendah. Karena itu, upah minimum
seringkali berpengaruh pada para pemuda ketimbang yang lainnya dalam angkatan
kerja.
MPVL itu singkatan dari apa ya kalau boleh tau?
BalasHapus