Sabtu, 31 Mei 2014

Orang Sumatera Barat gak semuanya orang Padang

Orang Sumatera Barat bukan semuanya orang Padang. Yaps, itu benar. Biasanya nih ya kalau aku ketemu sama orang baru trus kenalan pasti ditanya "Kamu orang mana?" Trus bakal jawab "orang Bukittinggi" trus pasti bakal ditanya lagi "Bukittinggi itu dimana?" dan bakal dijawab kayak gini "Sumatera Barat". Pasti bakal di bilang kayak gini " wah, kamu orang Padang? Jauh banget yaa, dan pasti bakal di jawab gini "bukan orang padang, orang Bukittinggi". Dan pasti bakal di jawab kayak gini "Yaaa, sama aja kali kan tetep di Sumatera Barat". Hahahhaa ya beda lah Bukittinggi sama Padang, Emang sih sama-sama terletak di Sumatera Barat tapi perbedaan antara Bukittinggi sama Padang itu banyak. Disini bakal jelasin ya Bukittinggi sama Padang itu kayak gimana.Padang itu ibukotanya Sumatera Barat, Padang itu udaranya panas, beda sama Bukittinggi kalau Bukittinggi mah udaranya dingin. Trus perjalanan antara Padang ke Bukittinggi itu sekitar 2 jam itu kalau gak macet. Kalau macet bisa 5-6 jam di perjalanan.
Dalam kehidupan sehari-hari, julukan "Orang Padang" hampir selalu disematkan kepada orang yang berasal dari Sumatera Barat atau mereka yang punya orangtua yang berasal dari Sumatera Barat. Padahal kalau boleh dikoreksi, julukan yang lebih tepat adalah julukan "Orang Minang". Padang adalah kota atau wilayah administratif yang dipersatukan dalam batas wilayah, sedangkan Minang atau Minangkabau adalah suku yang dipersatukan oleh garis keturunan dan budaya. Hal ini sebenarnya sama saja dengan "Orang Medan" dan "Orang Batak", atau "Orang Bandung" dan "Orang Sunda", atau "Orang Jogja" dan "Orang Jawa".

Minggu, 18 Mei 2014

Jam Gadang


Jam Gadang adalah nama untuk menara jam yang terletak di pusat kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Menara jam ini memiliki jam dengan ukuran besar di empat sisinya sehingga dinamakan Jam Gadang, sebutan bahasa Minangkabau yang berarti "jam besar".
Selain sebagai pusat penanda kota Bukittinggi, Jam Gadang juga telah dijadikan sebagai objek wisata dengan diperluasnya taman di sekitar menara jam ini. Taman tersebut menjadi ruang interaksi masyarakat baik di hari kerja maupun di hari libur. Acara-acara yang sifatnya umum biasanya diselenggarakan di sekitar taman dekat menara jam ini.
Struktur
Jam Gadang memiliki denah dasar seluas 13 x 4 meter. Bagian dalam menara jam setinggi 26 meter ini terdiri dari beberapa tingkat, dengan tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul. Bandul tersebut sempat patah hingga harus diganti akibat gempa pada tahun 2007.
Terdapat 4 jam dengan diameter masing-masing 80 cm pada Jam Gadang. Jam tersebut didatangkan langsung dari RotterdamBelanda melalui pelabuhan Teluk Bayur dan digerakkan secara mekanik oleh mesin yang hanya dibuat 2 unit di dunia, yaitu Jam Gadang itu sendiri dan Big Ben di LondonInggris. Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas. Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu Vortmann Relinghausen. Vortman adalah nama belakang pembuat jam, Benhard Vortmann, sedangkan Recklinghausen adalah nama kota di Jerman yang merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.
Jam Gadang dibangun tanpa menggunakan besi peyangga dan adukan semen. Campurannya hanya kapurputih telur, dan pasir putih.
Sejarah
Jam Gadang selesai dibangun pada tahun 1926 sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Arsitektur menara jam ini dirancang oleh Yazid Rajo Mangkuto, sedangkan peletakan batu pertama dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun.
Pembangunan Jam Gadang menghabiskan biaya sekitar 3.000 Gulden, biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Sehingga sejak dibangun dan sejak diresmikannya, menara jam ini telah menjadi pusat perhatian setiap orang. Hal itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang kemudian dijadikan sebagai penanda atau markah tanah dan juga titik nol Kota Bukittinggi.
Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, atap pada Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Kemudian pada masa pendudukan Jepang diubah menjadi bentuk pagoda. Terakhir setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat MinangkabauRumah Gadang.
Renovasi terakhir yang dilakukan pada Jam Gadang adalah pada tahun 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan pemerintah kota Bukittinggi dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. Renovasi tersebut diresmikan tepat pada ulang tahun kota Bukittinggi yang ke-262 pada tanggal 22 Desember 2010.

File:2011 jamgadang 2.jpg

Sabtu, 03 Mei 2014

Kebijakan dalam mengendalikan uang


Kebijakan-Kebijakan Ekonomi Pemerintah :
«  Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
·         Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
v  Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
v  Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
·         Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
v  Tingkat suku bunga (interest rate)
Kebijakan moneter dengan menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga bank.
v  Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
v  Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
v  Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
v  Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

«  Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
·         Instrumen dalam kebijakan Fiskal adalah kebijakan / penentuan jenis pajak dan tarif pajak (tax). Klasifikasi Pajak :
v  Pajak Objektif
Contoh : PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
v  Pajak Subjektif merupakan jenis pajak yang harus dibayarkan sesuai dengan kemampuan ekonomi subjek pajak.
Contoh : PPh (Pajak Penghasilan)
v  Pajak Langsung merupakan pajak yang dikenakan langsung pada subjek pajak.
Contoh : PPh dan Pajak Bumi Bangunan serta pajak kendaraan bermotor.
v  Pajak Tidak Langsung merupakan beban pajak yang dialihkan dari wajib pajak yang satu ke wajib pajak yang lain.
Contoh : PPn dan PPn Bea Masuk yang harus dibayar oleh pihak produsen, maka pihak produsen membebankan PPn dan PPnBM tersebut kepada konsumen.


Tarif Pajak :
v  Pajak Proporsional
Beban pajak dengan tariff yang tetap
v  Pajak Progresif
Tarif pajak yang makin tinggi bila nilai objek pajaknya semakin tinggi seperti yang tertera dalam UU No 17/2000 mengenai pajak penghasilan. Semakin tinggi penghasilan pribadi yang didapat, semakin tinggi tarif pajak yang harus dibayarkan.



·         Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
v  Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
v  Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
v  Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.

Dampak kenaikan upah minimum terhadap pengangguran

Salah satu faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja adalah tersedianya kesempatan kerja yang luas. Berdasarkan definisi yang diperoleh dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, kesempatan kerja dapat diartikan sebagai lowongan kerja yang disediakan baik oleh pemerintah maupun swasta. Lowongan kerja itu sendiri tergantung dari permintaan tenaga kerja oleh perusahaan. Menurut Octivaningsih (2006) apabila penerimaan perusahaan dari penjualan output yang dihasilkan oleh tenaga kerja (MPVL) melebihi biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan (w), maka perusahaan memaksimumkan keuntungan melalui penerimaan tenaga kerja. Apabila MPVL lebih kecil dari w, maka perusahaan tidak menambah tenaga kerja. Batas perusahaan menyewa tenaga kerja adalah ketika penerimaan sama dengan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, sehingga perusahaan melakukan penyesuaian penggunaan tenaga kerja tergantung tingkat upahnya karena dengan adanya kenaikan tingkat upah di satu sisi akan
meningkatkan biaya perusahaan. Kenaikan biaya perusahaan dalam pasar kompetitif akan menyebabkan harga barang yang diproduksi meningkat, dan orang akan mengurangi pembelian mereka terhadap barang tersebut. Konsekuensinya, perusahaan akan mengurangi tingkat produksi karena output yang diproduksi berkurang, maka efek output akan menyebabkan permintaan tenaga kerja dan kesempatan kerja berkurang (Nicholson, 2002). Ketika permintaan tenaga kerja menurun disaat penawaran tenaga kerja justru meningkat, maka salah satu dampak yang terjadi adalah menurunnya kesempatan kerja dan meningkatnya jumlah pengangguran. Apalagi ketika tidak tersedianya kesempatan kerja lain baik di sektor formal maupun informal. Sering kali kesepakatan akhir meningkatkan upah di atas tingkat ekuilibrium dan memungkinkan perusahaan untuk memutuskan berapa banyak pekerja yang perlu diterima. Hasilnya adalah penurunan jumlah pekerja yang dipekerjakan, tingkat kesempatan kerja yang lebih rendah, dan kenaikan pengangguran struktural (Mankiw, 2006).

Hubungan Tingkat Upah Dengan Pengangguran
Menurut Sukanto dan Karseno (2008 : 68) ada 3 hal yang dapat mengubah bentuk fungsi permintaan tenaga kerja, yaitu :
1.      perubahan harga relatif tenaga kerja,
2.      perubahan teknologi, dan
3.      perubahan permintaan akan hasil produksi.
Seandainya harga tenaga kerja tetap, sedangkan harga faktor produksi naik, maka upah minimum regional tenaga kerja menjadi lebih rendah, sehingga perusahaan memanfaatkan lebih banyak tenaga kerja sampai fungsi produk fisik tenaga kerja batas sama dengan produk batas faktor produksi yang lain. Perubahan teknologi biasanya akan memperkecil permintaan akan tenaga kerja. Jadi tingkat upah memiliki pengaruh positif dan negatif terhadap tingkat pengangguran. Pengaruh positifnya yaitu dimana kenaikan tingkat upah akan menyebabkan kenaikan biaya produksi sehingga menyebabkan kenaikan harga produk. Kenaikan harga produk akan mendapat respon negatif dari konsumen sehingga konsumen mengurangi pembelian. Kondisi tersebut menyebabkan produsen mengurangi produksi dan akan berpengaruh terhadap pengurangan jumlah tenaga kerja yang diserap dan pada akhirnya pengangguran akan meningkat. Sedangkan pengaruh negatifnya dapat dilihat dari jumlah penawaran. tenaga kerja, dimana kenaikan tingkat upah akan menyebabkan penawaran tenaga kerja meningkat sehingga tingkat pengangguran berkurang. 

Pengangguran yang disebabkan oleh kekakuan upah dan penjatahan pekerjaan disebut pengangguran structural (structural unemployment). Para pekerja tidak dipekerjakan bukan karena mereka aktif mencari pekerjaan yang paling cocok dengan keahlian mereka, tetapi karena ada ketidak cocokan mendasar antara jumlah pekerja yang menginginkan pekerjaan dan jumlah pekerjaan yang tersedia. Pada tingkat upah berlaku, penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya sehingga para pekerja ini hanya menunggu pekerjaan yang akan tersedia. Ketika upah rill melebihi tingkat ekuilibrium dan penawaran kerja melebihi permintaannya, kita bisa berharap perusahaan menurunkan upah yang mereka bayar. Pengangguran structural muncul karena perusahaan gagal menurunkan upah akibat kelebihan penawaran tenaga kerja. Bagi sebagian besar pekerja, upah minimum ini tidak berpengaruh, karena mereka menikmati upah di atas upah minimum. Bagi sebagian lainnya, terutama yang tidak terdidik dan kurang berpengalaman, upah minimum meningkatkan upah mereka di atas tingkat ekuilibriumnya. Para ekonom percaya bahwa upah minimum memiliki dampak terbesar terhadap pengangguran usia muda. Upah ekuillibrium para pekerja usia muda cenderung rendah karena dua alasan :
a.   Karena para pekerja usia muda termasuk anggota angkatan kerja yang kurang terdidik dan kurang berpengalaman, mereka cenderung memiliki produktivitas marjinal yang rendah.
b.      Para pemuda seringkali mengambil sebagian dari “kompensasi” mereka dalam bentuk on-the-job training ketimbang bayaran langsung. Magang adalah contoh pelatihan klasik yang diberikan sebagai pengganti upah.
Untuk kedua alasan ini, upah yang menyeimbangkan penawaran pekerja usia muda dengan permintaannya adalah rendah. Karena itu, upah minimum seringkali berpengaruh pada para pemuda ketimbang yang lainnya dalam angkatan kerja.