Orang Sumatera Barat bukan semuanya orang Padang. Yaps, itu benar. Biasanya nih ya kalau aku ketemu sama orang baru trus kenalan pasti ditanya "Kamu orang mana?" Trus bakal jawab "orang Bukittinggi" trus pasti bakal ditanya lagi "Bukittinggi itu dimana?" dan bakal dijawab kayak gini "Sumatera Barat". Pasti bakal di bilang kayak gini " wah, kamu orang Padang? Jauh banget yaa, dan pasti bakal di jawab gini "bukan orang padang, orang Bukittinggi". Dan pasti bakal di jawab kayak gini "Yaaa, sama aja kali kan tetep di Sumatera Barat". Hahahhaa ya beda lah Bukittinggi sama Padang, Emang sih sama-sama terletak di Sumatera Barat tapi perbedaan antara Bukittinggi sama Padang itu banyak. Disini bakal jelasin ya Bukittinggi sama Padang itu kayak gimana.Padang itu ibukotanya Sumatera Barat, Padang itu udaranya panas, beda sama Bukittinggi kalau Bukittinggi mah udaranya dingin. Trus perjalanan antara Padang ke Bukittinggi itu sekitar 2 jam itu kalau gak macet. Kalau macet bisa 5-6 jam di perjalanan.
Dalam
kehidupan sehari-hari, julukan "Orang Padang" hampir selalu disematkan kepada orang yang berasal dari Sumatera Barat atau mereka yang punya orangtua yang berasal dari Sumatera Barat. Padahal kalau boleh dikoreksi, julukan yang lebih tepat adalah julukan "Orang Minang". Padang adalah kota atau wilayah administratif yang dipersatukan dalam batas wilayah, sedangkan Minang atau Minangkabau adalah suku yang dipersatukan oleh garis keturunan dan budaya. Hal ini sebenarnya sama saja dengan "Orang Medan" dan "Orang Batak", atau "Orang Bandung" dan "Orang Sunda", atau "Orang Jogja" dan "Orang Jawa".
Sabtu, 31 Mei 2014
Minggu, 18 Mei 2014
Jam Gadang
Jam Gadang adalah nama untuk menara jam yang terletak di pusat kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Menara jam ini memiliki jam dengan ukuran besar di empat sisinya sehingga dinamakan Jam Gadang, sebutan bahasa Minangkabau yang berarti "jam besar".
Selain sebagai pusat penanda kota Bukittinggi, Jam Gadang juga telah dijadikan sebagai objek wisata dengan diperluasnya taman di sekitar menara jam ini. Taman tersebut menjadi ruang interaksi masyarakat baik di hari kerja maupun di hari libur. Acara-acara yang sifatnya umum biasanya diselenggarakan di sekitar taman dekat menara jam ini.
Struktur
Jam Gadang memiliki denah dasar seluas 13 x 4 meter. Bagian dalam menara jam setinggi 26 meter ini terdiri dari beberapa tingkat, dengan tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul. Bandul tersebut sempat patah hingga harus diganti akibat gempa pada tahun 2007.
Terdapat 4 jam dengan diameter masing-masing 80 cm pada Jam Gadang. Jam tersebut didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur dan digerakkan secara mekanik oleh mesin yang hanya dibuat 2 unit di dunia, yaitu Jam Gadang itu sendiri dan Big Ben di London, Inggris. Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas. Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu Vortmann Relinghausen. Vortman adalah nama belakang pembuat jam, Benhard Vortmann, sedangkan Recklinghausen adalah nama kota di Jerman yang merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.
Jam Gadang dibangun tanpa menggunakan besi peyangga dan adukan semen. Campurannya hanya kapur, putih telur, dan pasir putih.
Sejarah
Jam Gadang selesai dibangun pada tahun 1926 sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Arsitektur menara jam ini dirancang oleh Yazid Rajo Mangkuto, sedangkan peletakan batu pertama dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun.
Pembangunan Jam Gadang menghabiskan biaya sekitar 3.000 Gulden, biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Sehingga sejak dibangun dan sejak diresmikannya, menara jam ini telah menjadi pusat perhatian setiap orang. Hal itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang kemudian dijadikan sebagai penanda atau markah tanah dan juga titik nol Kota Bukittinggi.
Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, atap pada Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Kemudian pada masa pendudukan Jepang diubah menjadi bentuk pagoda. Terakhir setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang.
Renovasi terakhir yang dilakukan pada Jam Gadang adalah pada tahun 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan pemerintah kota Bukittinggi dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. Renovasi tersebut diresmikan tepat pada ulang tahun kota Bukittinggi yang ke-262 pada tanggal 22 Desember 2010.
Sabtu, 03 Mei 2014
Kebijakan dalam mengendalikan uang
Kebijakan-Kebijakan
Ekonomi Pemerintah :
« Kebijakan
Moneter
Kebijakan Moneter adalah
suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan
sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam
perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan
inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
·
Pengaturan jumlah uang
yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah
uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
v Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan
dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
v Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan
dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan
uang ketat (tight money policy)
·
Kebijakan moneter dapat
dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
v Tingkat suku bunga (interest rate)
Kebijakan moneter dengan
menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga bank.
v Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka
adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat
berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang
beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin
jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga
pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya
adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau
singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
v Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah
pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum.
Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank
sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat
bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang
yang beredar berkurang.
v Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib
adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan
perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang,
pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang
beredar, pemerintah menaikkan rasio.
v Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah
kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi
imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi
kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah
uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk
memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
« Kebijakan
Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah
suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk
menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang
beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan
belanja pemerintah.
·
Instrumen dalam kebijakan
Fiskal adalah kebijakan / penentuan jenis pajak dan tarif pajak (tax).
Klasifikasi Pajak :
v Pajak Objektif
Contoh : PPN (Pajak
Pertambahan Nilai)
v Pajak Subjektif merupakan jenis pajak yang harus dibayarkan sesuai dengan
kemampuan ekonomi subjek pajak.
Contoh : PPh (Pajak
Penghasilan)
v Pajak Langsung merupakan pajak yang dikenakan langsung pada subjek pajak.
Contoh : PPh dan Pajak
Bumi Bangunan serta pajak kendaraan bermotor.
v Pajak Tidak Langsung merupakan beban pajak yang dialihkan dari wajib pajak
yang satu ke wajib pajak yang lain.
Contoh : PPn dan PPn Bea
Masuk yang harus dibayar oleh pihak produsen, maka pihak produsen membebankan
PPn dan PPnBM tersebut kepada konsumen.
Tarif Pajak :
v Pajak Proporsional
Beban pajak dengan tariff
yang tetap
v Pajak Progresif
Tarif pajak yang makin
tinggi bila nilai objek pajaknya semakin tinggi seperti yang tertera dalam UU
No 17/2000 mengenai pajak penghasilan. Semakin tinggi penghasilan pribadi yang
didapat, semakin tinggi tarif pajak yang harus dibayarkan.
·
Kebijakan Anggaran /
Politik Anggaran :
v Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah
kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan
negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan
jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
v Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah
kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada
pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika
perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk
menurunkan tekanan permintaan.
v Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi
ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan
politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta
meningkatkan disiplin.
Dampak kenaikan upah minimum terhadap pengangguran
Salah satu faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja adalah
tersedianya kesempatan kerja yang luas. Berdasarkan definisi yang diperoleh
dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, kesempatan kerja dapat diartikan sebagai
lowongan kerja yang disediakan baik oleh pemerintah maupun swasta. Lowongan
kerja itu sendiri tergantung dari permintaan tenaga kerja oleh perusahaan.
Menurut Octivaningsih (2006) apabila penerimaan perusahaan dari penjualan
output yang dihasilkan oleh tenaga kerja (MPVL) melebihi biaya yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan (w), maka perusahaan memaksimumkan keuntungan
melalui penerimaan tenaga kerja. Apabila MPVL lebih kecil dari w, maka
perusahaan tidak menambah tenaga kerja. Batas perusahaan menyewa tenaga kerja
adalah ketika penerimaan sama dengan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan,
sehingga perusahaan melakukan penyesuaian penggunaan tenaga kerja tergantung
tingkat upahnya karena dengan adanya kenaikan tingkat upah di satu sisi akan
meningkatkan biaya perusahaan. Kenaikan biaya perusahaan dalam
pasar kompetitif akan menyebabkan harga barang yang diproduksi meningkat, dan
orang akan mengurangi pembelian mereka terhadap barang tersebut.
Konsekuensinya, perusahaan akan mengurangi tingkat produksi karena output yang
diproduksi berkurang, maka efek output akan menyebabkan permintaan tenaga kerja
dan kesempatan kerja berkurang (Nicholson, 2002). Ketika permintaan tenaga
kerja menurun disaat penawaran tenaga kerja justru meningkat, maka salah satu
dampak yang terjadi adalah menurunnya kesempatan kerja dan meningkatnya jumlah
pengangguran. Apalagi ketika tidak tersedianya kesempatan kerja lain baik di
sektor formal maupun informal. Sering kali kesepakatan akhir meningkatkan upah
di atas tingkat ekuilibrium dan memungkinkan perusahaan untuk memutuskan berapa
banyak pekerja yang perlu diterima. Hasilnya adalah penurunan jumlah pekerja
yang dipekerjakan, tingkat kesempatan kerja yang lebih rendah, dan kenaikan
pengangguran struktural (Mankiw, 2006).
Hubungan Tingkat Upah Dengan Pengangguran
Menurut Sukanto
dan Karseno (2008 : 68) ada 3 hal yang dapat mengubah bentuk fungsi permintaan
tenaga kerja, yaitu :
1.
perubahan harga
relatif tenaga kerja,
2.
perubahan
teknologi, dan
3.
perubahan
permintaan akan hasil produksi.
Seandainya
harga tenaga kerja tetap, sedangkan harga faktor produksi naik, maka upah
minimum regional tenaga kerja menjadi lebih rendah, sehingga perusahaan
memanfaatkan lebih banyak tenaga kerja sampai fungsi produk fisik tenaga kerja
batas sama dengan produk batas faktor produksi yang lain. Perubahan teknologi
biasanya akan memperkecil permintaan akan tenaga kerja. Jadi tingkat upah
memiliki pengaruh positif dan negatif terhadap tingkat pengangguran. Pengaruh
positifnya yaitu dimana kenaikan tingkat upah akan menyebabkan kenaikan biaya
produksi sehingga menyebabkan kenaikan harga produk. Kenaikan harga produk akan
mendapat respon negatif dari konsumen sehingga konsumen mengurangi pembelian.
Kondisi tersebut menyebabkan produsen mengurangi produksi dan akan berpengaruh
terhadap pengurangan jumlah tenaga kerja yang diserap dan pada akhirnya
pengangguran akan meningkat. Sedangkan pengaruh negatifnya dapat dilihat dari
jumlah penawaran. tenaga kerja,
dimana kenaikan tingkat upah akan menyebabkan penawaran tenaga kerja meningkat
sehingga tingkat pengangguran berkurang.
Pengangguran yang disebabkan oleh kekakuan upah dan penjatahan
pekerjaan disebut pengangguran structural (structural unemployment). Para
pekerja tidak dipekerjakan bukan karena mereka aktif mencari pekerjaan yang
paling cocok dengan keahlian mereka, tetapi karena ada ketidak cocokan mendasar
antara jumlah pekerja yang menginginkan pekerjaan dan jumlah pekerjaan yang
tersedia. Pada tingkat upah berlaku, penawaran tenaga kerja melebihi
permintaannya sehingga para pekerja ini hanya menunggu pekerjaan yang akan
tersedia. Ketika upah rill melebihi tingkat ekuilibrium dan penawaran kerja
melebihi permintaannya, kita bisa berharap perusahaan menurunkan upah yang
mereka bayar. Pengangguran structural muncul karena perusahaan gagal menurunkan
upah akibat kelebihan penawaran tenaga kerja. Bagi sebagian besar pekerja, upah
minimum ini tidak berpengaruh, karena mereka menikmati upah di atas upah
minimum. Bagi sebagian lainnya, terutama yang tidak terdidik dan kurang
berpengalaman, upah minimum meningkatkan upah mereka di atas tingkat
ekuilibriumnya. Para ekonom percaya bahwa upah minimum memiliki dampak terbesar
terhadap pengangguran usia muda. Upah ekuillibrium para pekerja usia muda
cenderung rendah karena dua alasan :
a. Karena
para pekerja usia muda termasuk anggota angkatan kerja yang kurang terdidik dan
kurang berpengalaman, mereka cenderung memiliki produktivitas marjinal yang
rendah.
b.
Para
pemuda seringkali mengambil sebagian dari “kompensasi” mereka dalam bentuk
on-the-job training ketimbang bayaran langsung. Magang adalah contoh pelatihan
klasik yang diberikan sebagai pengganti upah.
Untuk kedua alasan ini, upah yang menyeimbangkan penawaran pekerja
usia muda dengan permintaannya adalah rendah. Karena itu, upah minimum
seringkali berpengaruh pada para pemuda ketimbang yang lainnya dalam angkatan
kerja.
Langganan:
Postingan (Atom)